Mengenal Hakikat Drama
oleh. D. Ipung Kusmawi*
Sampai saat ini masih disepakati bahwa drama berasal dari Yunani Kuno.
Meskipun waktu dan tempat pertunjukan drama yang pertama kali belum
diketahui secara pasti, namun kita masih bisa menelusurinya melalui asal kata
drama yaitu ‘draomai’ yang berarti
‘berbuat’atau ‘berlaku’. Istilah ‘draomai’
ini muncul pada saat masyarakat Yunani Kuno masih mengkultuskan Dewa Zeus yang
dianggap memiliki kekuasaan penuh terhadap kehidupan manusia di dunia. Melalui upacara ritual, mereka melakukan gerak tari dan nyanyian yang idenya berasal dari gerak-gerik
hewan yang dilihatnya ketika sedang berburu. Proses peniruan yang mereka
lakukan inilah yang menjadi cikal bakal konsep drama, yaitu tiruan
kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas.
Pada Zaman Yunani Kuno,
drama dikaitkan dengan upacara penyembahan kepada para dewa pemegang kekuasaan dunia. Selain kepada Dewa Zeus, masyarakat Yunani juga
mempercayai adanya Dewi Apollo dan Dewa Dionysius. Kehadiran kedua dewa ini di muka bumi dipercaya
akan membawa pengaruh terhadap kehidupan Masyarakat Yunani. Ketika bumi dalam
keadaan subur makmur (yang ditandai dengan melimpahnya hasil bumi), mereka
percaya kalau Dewi Apollo sedang turun ke bumi. Sebagai ungkapan rasa syukur,
mereka kemudian melakukan upacara ritual. Dalam upacara itu, mereka mempersembahkan sesaji serta hasil bumi sambil
bernyanyi dan menari. Mereka begitu bergembira, yang dalam istilah Yunani
disebut cosmos. Dari istilah inilah
kemudian dikenal istilah drama komedi, yakni drama yang ceritanya penuh dengan
suka cita yang dalam pertunjukkannya membuat penonton tertawa, terhibur, dan
bergembira.
Keadaan tersebut berubah
ketika Dewa Dionysius turun ke bumi. Bumi yang semula subur makmur
berubah menjadi kering kerontang. Kelaparan dan bencana muncul di mana-mana. Keadaan
ini membuat masyarakat Yunani kembali melakukan upacara ritual sebagai tolak
bala supaya bencana tidak berkelanjutan. Dengan membawa sesaji dan hewan kerbau
sebagai persembahan, mereka berkumpul di suatu tempat sambil bernyanyi dan
menari dalam gerak dan suara yang diliputi peraaan duka. Di puncak acara,
mereka kemudian menyembelih kerbau persembahan. Peristiwa penyembelihan hewan
kerbau ini dalam istilah Yunani disebut tragos.
Dari istilah tragos pula kemudian dikenal
isilah drama tragedi, yaitu drama yang ceritanya dipenuhi dengan duka cita
bahkan ditandai dengan kematian tokoh utama.
Dalam setiap upacara ritual
yang dilakukannya, masyarakat Yunani biasanya berkumpul di suatu tempat yang
disebut ‘theatron’ yang
artinya ‘tempat pertunjukan‘. Sesuai
dengan perjalalanan waktu, kata ‘theatron’
berubah menjadi ‘theater’ (inggris) atau theater (Belanda) yang
mempunyai arti gedung pertunjukan atau panggung. Sehubungan dengan pengertian
itu dikenal istilah Teater Terbuka, Teater Tertutup, Teater Arena, dan lain
sebagainya.
Dari
pengertian gedung pertunjukan, kata
teater akhirnya dipakai khususnya oleh kelompok seniman drama sebagai ‘kegiatan mempertunjukan drama itu sendiri’.
Karenanya, maka kita sering
mendengar orang menyebut. “Sedang latihan
teater”. Selanjutnya kata tersebut bergeser pula menjadi ‘pertunjukan drama’ sehingga kita juga sering mendengar kalimat
“Nonton Teater”.
Akhir-akhir ini kata teater lebih luas lagi pemakainya menjadi nama
kelompok seniman yang menyelenggarakan pertunjukan drama. Mengenai hal ini kita mengenal nama ‘Teater Mandiri’ pimpinan Putu Wijaya,
‘Teater Populer’ pimpinan Teguh Karya, ‘Teater Kecil’ pimpinan Arifin C. Noor, ‘Teater Koma’ pimpinan N.
Riantiarno, ‘Teater Sae’ pimpinan Budi S. Otong, ‘Teater Kubur’ pimpinan
Dindon, ‘Bengkel Teater’ pimpinan Rendra, dan banyak lagi nama kelompok teater lainnya.
Kata teater sering dianggap bermakna sama dengan kata drama. padahal,
kata teater memiliki makna yang lebih luas karena dapat berarti drama, gedung
pertunjukan, panggung, grup pemain drama, juga berarti segala bentuk tontonan
yang dipentaskan di depan orang banyak. Sedangkan drama merupakan bentuk cerita atau lakon yang disusun
dalam bentuk dialog baik bergaya puisi atau prosa yang mengandung pertentangan
dramatik untuk dipentaskan di
atas panggung. (Aan Sugiantomas, 1998:42)
Selain istilah drama dan
teater, dikenal juga istilah lainnya yang hampir sama yaitu tonil dan sandiwara.
Tonil berasal dari bahasa Belanda “toneel” yang artinya ‘pertunjukkan’. Istilah ini mulai dikenal di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda
sebelum Perang Dunia II. Sedangkan sandiwara merupakan bentuk pertunjukkan
drama yang mulai dikenal di Indonesia
pada Zaman penjajahan Jepang (1942-1945), sebagai pengganti kata toneel yang
cenderung kebelanda-belandaan. Sandiwara sendiri berasal dari kata “sandi” yang berarti rahasia dan “warah” yang artinya pesan atau pelajaran.
Jadi sandiwara merupakan pesan yang disampaikan secara rahasia melalui laku
akting para aktor dalam pertunjukkan drama.
*Pembina dan Sutradara pada teater damar-SMAN 1 Susukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar